Sukses tidaknya pendidikan sangat dipengaruhi oleh peran seorang guru. Pada pendidikan formal di sekolah, guru memegang kendali penuh terhadap peserta didik di dalam kelas. Baik atau tidaknya pembelajaran dalam kelas bergantung pada guru sebagai ujung tombaknya.
Dengan kepribadian yang baik tersebut nantinya akan memberikan dampak positif terhadap sikap dan perilaku siswa disekolah. Guru juga harus mampu memilih metode atau pembelajaran seperti apa yang pas untuk anak didik mereka. Tidak memaksa namun perlahan membuat anak didik menyukai cara belajar yang diterapkan.
Seorang guru yang ideal menurut Uzer Usman (1992) mempunyai tugas pokok yaitu mendidik, mengajar dan melatih. Oleh karena itu seorang guru harus memiliki kompetensi. Dalam profesi keguruan kita mengenal istilah kompetensi. Kompetensi itulah yang digunakan untuk menilai apakah seorang guru berkualitas atau tidak.
Ada tiga kompetensi yang harus dimiliki guru, yaitu kompetensi personal, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional (Baca di sini "Ciri-Ciri dan 10 Kualitas Guru yang Baik"). Karena itu, berikut penjelasan tentang sifat guru yang sukses dan sifat guru prustasi.
A. Sifat Guru Sukses
Beth Lewis mengemukakan pertanyaan “Apa yang kita bisa pelajari dari guru yang sukses?" Guru-guru yang paling dikagumi adalah mereka yang tetap ingin tahu pentingnya intelektual dan profesional, baik di dalam maupun di luar kelas selama beberapa dekade. Mereka menghindari stagnasi di semua lini dan memelihara gairah yang patut ditiru oleh anak-anak dalam proses pembelajaran. Mereka tetap hidup dalam kenangan siswa selamanya karena kreativitas, rasa menyenangkan, dan belas kasihan mereka.
Berikut adalah kualitas guru yang diduga kuat berkontribusi paling sukses bagi karir mengajar guru.
1. Guru yang sukses memiliki harapan tinggi secara terus-menerus
Guru-guru yang paling efektif mengharapkan prestasi besar dari murid-murid mereka, dan tidak menerima begitu saja atas kekurangan prestasi siswanya. Dalam pendidikan, harapan itu membangun ramalan. Ketika guru percaya masing-masing dan setiap siswa bisa berprestasi membubung melampaui batas-batas yang dibayangkan, anak-anak akan merasakan keyakinan itu dan bekerja dengan guru untuk mewujudkannya.
2. Mereka berpikir kreatif
Guru-guru terbaik berpikir di luar kotak, di luar kelas, dan di luar kondisi yang "normal". Mereka melompat di luar dinding kelas dan membawa murid mereka bersamanya! Guru-guru berprestasi mencoba sebanyak mungkin membuat pengalaman kelas menarik dan mengesankan bagi siswa. Mereka mencari cara untuk mendorong siswa mereka masuk ke dalam sebuah aplikasi dunia nyata dan mengemas pengalaman tingkat berikutnya. Berpikirlah taktis, tak terduga, gerakan yang bertujuan, dan sedikit "gila", maka Anda akan berada di jalur yang benar.
3. Fleksibel dan sensitif tingkat tinggi
Guru-guru terbaik bergerak melebihi kebutuhan mereka sendiri dan tetap peka terhadap kebutuhan orang lain, termasuk siswa, orang tua, kolega, dan masyarakat. Ini menantang karena setiap individu memiliki kebutuhan yang berbeda, namun guru yang paling sukses adalah mereka yang memainkan banyak peran yang berbeda dalam satu hari ketika menerima fluiditas dan rahmat, sambil tetap jujur terhadap diri sendiri.
4. Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, dan berkembang atau kuriositas
Banyak orang yang akrab dengan kondisi stagnan, sinis, rendah energi yang tampaknya akan menunggu waktu mereka sampai pensiun, dan menunggu jam mengajar berakhir, bahkan lebih tidak intensif dibandingkan dengan siswa. Itulah yang tidak boleh dilakukan oleh guru.
Sebaliknya, guru yang paling dikagumi memperbarui energi mereka dengan belajar ide-ide baru dari guru muda, dan mereka tidak terancam oleh cara-cara baru dalam melakukan sesuatu di kampus sekolah. Mereka memiliki prinsip-prinsip inti yang kuat, tapi tetap memiliki semangat untuk berkembang sesuai dengan perubahan waktu. Mereka merangkul teknologi baru dan percaya diri dalam bergerak maju ke masa depan.
5. Mereka adalah manusia sempurna
Guru-guru yang paling efektif membawa seluruh dirinya untuk pekerjaa Mereka merayakan keberhasilan siswa, muncul belas kasih berjuang untuk orang tua, menceritakan kisah-kisah dari kehidupan mereka sendiri, menertawakan kesalahan mereka, berbagi kebiasaan unik mereka, dan tidak takut untuk menjadi manusia sempurna di depan murid-murid mereka. Mereka mengerti bahwa guru tidak hanya memberikan kurikulum, tetapi bagi mereka yang terbaik adalah menjadi pemimpin inspiratif, menunjukkan siswa bagaimana harus bersikap di semua bidang kehidupan dan dalam semua jenis situasi.
Guru yang hebat mengakui secara jujur ketika mereka tidak tahu jawabannya. Mereka minta maaf ketika siswa memerlukan dan memperlakukan siswanya dengan hormat.
6. Guru yang sukses senang belajar dan menjalani kehidupan
Guru guru di kagumi memandang banyak hal secara ringan dan menyenangkan, serta menjadi pembelajar yang serius. Mereka tidak takut untuk menjadi bodoh karena karena memang selalu menjadi pembelajar dan menikmati kehidupan dengan segala perkembangannya.
B. Sikap Kontradiksi
Sesungguhnya pendidikan harus dimulai dengan solusi dari kontradiksi guru-murid. Pendidikan harus mendamaikan kutub kontradiksi sehingga mampu memanusiawikan keduanya, yaitu guru dan siswa. Solusi ini tidak juga tidak bisa diterima dalam konsep perbankan pendidikan.
Sebaliknya, perbankan pendidikan mempertahankan dan bahkan merangsang kontradiksi melalui sikap berikut dan praktik yang menindas sebagai cermin masyarakat secara keseluruhan:
- guru mengajar dan siswa diajar;
- guru tahu segalanya dan siswa tahu apa-apa;
- guru berpikir, siswa menyadap pikiran guru;
- guru berbicara dan siswa patuh mendengarkan;
- disiplin ditetapkan guru dan siswa mematuhi disiplin yang ditetapkan;
- guru memilih dan melaksanakan pilihannya dan siswa mematuhinya;
- guru bertindak dan siswa memiliki ilusi untuk bertindak melalui tindakan guru:
- guru memilih isi program dan siswa secara tanpa dialog beradaptasi dengan isi program itu;
- guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan wewenang profesionalnya sendiri yang dikemasnya secara bertentangan dengan kebebasan siswa;
- guru adalah subjek proses belajar, sedangkan siswa adalah obyek belaka.
Tidak mengherankan bahwa konsep perbankan pendidikan menganggap siswa sebagai beradaptasi, makhluk dikelola. Pekerjaan siswa tidak lebih dari menyimpan deposito yang dipercayakan kepada mereka. Siswa kurang mengembangkan kesadaran kritis akan hasil dari intervensi mereka di dunia sebagai transformator dari dunia itu. Semakin benar-benar mereka menerima peran pasif yang dikenakan pada mereka, semakin mereka cenderung hanya untuk beradaptasi dengan dunia seperti apa adanya dan keterampilan mereka terfragmentasi pada realitas yang disimpan di dalamnya.
C. Sifat Guru Frustrasi
Di banyak negara profesi guru sangat dihormati. Namun demikian, dari sisi pandang guru sendiri, penyandang profesi ini tidak luput dari belenggu permasalahan, karena mereka menghadapi aneka tantangan. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Harris Interactive (2006), beberapa permasalahan yang dihadapi oleh guru disajikan berikut ini.
Pertama, guru yang memandang tidak cukup waktu merencanakan pembelajaran sebanyak 65 persen.
Kedua, 2 dari 3 guru menyatakan bahwa gaji tidak sesuai dengan beban pekerjaan sebanyak 64 persen.
Ketiga, guru yang memandang bahwa membantu siswa secara indivi dual sebagai salah satutan tangan berat sebanyak 60 persen.
Keempat, guru yang mempersepsi bahwa prestise profesional masih jauh dari harapan sebanyak 37 persen.
Kelima, guru yang memandang bahwa pelaksanaan pembelajaran di kelas merupakan tanangan berat sebanyak 34 persen.
Ini berarti bahwa masih ada guru yang belum secara sungguh-sungguh menjalankan tugas-tugas profesionalnya dalam suasana yang menyenangkan. Hal ini dapat mengundang frustrasi di kalangan siswa. Sebagaimana termuat dalam situs www.gladlywoulditeach.com, pada sebuah forum diskusi online untuk kelas bahasa Inggris terungkap ciri-ciri guru yang menyebab kan frustrasi bagi siswanya.
Berikut ini disajikan ciri-ciri guru yang menyebabkan siswanya frustasi akibat kinerja buruk guru ketika melaksanakan proses pembelajaran.
1. Pandangan negatif terhadap kegiatan mengajar atau pekerjaan mereka. Siswa berulang kali menyampaikan gagasan bahwa guru-guru yang membenci pekerjaan mereka harus mencari pekerjaan lain.
2. Sibuk bekerja dan kurangnya varietas dalam kegiatan kelas. Siswa meraa terganggu oleh tugas-tugas yang tidak membangun keterampilan atau pengetahuan baru bagi mereka.
3. Kecongkakan. Siswa jengkel terhadap guru-guru yang meremehkan, menghina atau merendahkan mereka. Alih-alih mendukung mereka, siswa merasa bahwa beberapa guru memperlakukan mereka dengan cara merendahkan.
4. Kurangnya pengetahuan. Guru yang mengajar langsung dari buku memunculkan frustrasi siswa karena mereka sering tidak mampu menjawab pertanyaan secara lebih rinci dari apa yang diberikan dalam buku teks, juga tidak mengaitkan materi pelajaran dengan dunia nyata atau contoh-contoh di luar buku teks.
5. Tidak ada mengenal banyak tentang siswanya. Menurut siswa, beberapa guru hanya membuat sedikit usaha untuk mengenal murid-murid mereka, tahu sedikit tentang apa yang siswa lakukan di luar kelas, dan hanya sebagian kecil guru yang melakukan usaha untuk mempelajari dan mengenali nama-nama siswanya. siswa tahuan
6. Keengganan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan siswa. Dalam beberapa kelas siswa menyela untuk mengajukan pertanyaan. Menurut siswa, beberapa guru meremehkan mereka. Sebagian guru menyatakan bahwa sesungguhnya pertanyaan itu sudah bisa dijawab oleh siswa. sendiri. Sebagian siswa lainnya menyatakan bahwa guru tidak bisa menjawab pertanyaan dengan jelas. Hal ini tampaknya menjadi da penyebab sampingan dari dua frustrasi lainnya: arogansi guru dan/atau kekurangan pengetahuan guru.
7. Apati. Siswa melaporkan bahwa beberapa guru tidak peduli dengan siswa-siswa mereka, kelas mereka, atau kegiatan dalam kelas. Siswa sangat cepat menentukan bahwa jika guru tidak peduli tentang proses pembelajaran di kelas kelas, mereka seharusnya juga tidak peduli terhadap guru.
Di samping itu, sebagian siswa menyatakan bahwa guru-guru mereka kurang mengenali etika pekerjaan yang baik. Sebagian dari guru hanya membuat beberapa tanda di atas kertas kerja, sehingga siswa tidak tahu perbaikan apa yang harus dilakukan. Sikap sebagian guru-guru yang menunjukkan sikap pilih kasih juga memunculkan frustrasi pada diri siswa.
Meskipun siswa tidak kesulitan menjelaskan ciri-ciri guru mereka yang frustrasi, ternyata hampir semua siswa mengawali laporan mereka dengan mengekspresikan rasa hormat kepada guru dan menggarisbawahi bahwa sebagian besar dari guru mereka telah dipersiapkan dengan baik, peduli, berpengetahuan, dan seringkali inspirasional.
Sumber: Buku Psikologi Pendidikan (Dalam Perspektif Baru). Penulis: Prof. Dr. Sudarwan Danim & Dr. H. Khairil. Diterbitkan Tahun 2010 (cetakan pertama) dan 2011 (cetakan kedua) oleh ALFABETA Bandung.